PESONA ISTANA KESULTANAN BIMA
Jokiqq.com - Salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi saat berkunjung ke Kota Bima, Nusa Tenggara Barat adalah Istana Kesultanan Bima.
Kompleks istana yang pernah ditempati salah satu sultan ternama di Bima, yakni Sultan Muhammad Salahuddin itu, menyimpan banyak informasi historis tentang Bima di masa lampau dan kisah Presiden pertama RI Soekarno yang pernah dua kali berkunjung ke sana.Istana Kesultanan Bima terletak di Jalan Sultan Ibrahim Nomor 2 Kota Bima.
Kini, sebagai museum, Istana Kesultanan Bima lebih dikenal dengan nama Museum Asi Mbojo.
Mbojo sendiri merupakan sebutan bagi warga Bima.
Kompleks Istana Kesultanan Bima dikelilingi oleh taman-taman yang beberapa di antaranya terdapat meriam peninggalan zaman Belanda.
Di halaman depan, ada tiang bendera yang bentuknya menyerupai layar kapal sehingga bendera diikatkan pada sebuah tali yang miring layaknya tali penyangga pada layar kapal.
Di sana masyarakat Bima mengadakan upacara kenaikan bendera Merah Putih untuk pertama kalinya setelah kemerdekaan, tanggal 31 Oktober 1945," kata Kepala Museum Asi Mbojo, Rudi kepada jokiqq.com , Minggu (14/6/2015).
Memasuki pelataran istana, akan ada sebuah pintu besar sebagai pintu utama tempat wisatawan masuk.
Di lantai dasar, ada dua buah papan yang menunjukkan silsilah Kesultanan Bima dari penguasa yang paling awal sampai kerajaan di Bima berubah menjadi kesultanan.
Ada nama-nama keturunan Sultan Salahuddin yang pernah menjabat di pemerintahan Kota Bima, termasuk mantan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen.
Beranjak ke lantai atas, wisatawan bisa menemui kamar tidur Presiden Soekarno yang terletak di sebelah kanan tidak jauh dari tangga.
Di dalam kamar tidur Soekarno, ada sebuah tempat tidur yang ditutup oleh tirai putih transparan.
Ada juga sebuah meja dan kursi yang beberapa bagiannya dilapisi oleh kain tenun khas Bima. Dua potret wajah Soekarno pun dibingkai rapi dan dipasang di dinding.
Pak Soekarno dulu tidur di sini. Beliau dekat sekali dengan Sultan. Soekarno juga dulu itu berguru kepada Sultan, tambah Syarifuddin.
Tidak ada bagian dari kamar Soekarno yang diubah sedikit pun, kecuali beberapa bagian yang dicat ulang sesuai dengan warna aslinya.
Soekarno pernah dua kali menginap di kamar tersebut yang diperkirakan dulunya merupakan kamar anak pria, yakni tahun 1933 dan 1950.
Di lantai dua, selain kamar Soekarno, ada ruangan lain yang dinamakan kamar anak pria, kamar anak perempuan, kamar keterampilan, dan ruang kerja sultan.
Di semua kamar tidur maupun kamar keterampilan, disediakan meja dan kursi.
Berbeda dengan ruang kerja sultan yang sama sekali tidak ada kursi dan meja, hanya satu buah lemari dengan kaca dan beberapa laci.
"Sultan memang kerja di lantai.
Ada tamu, sultan ajak duduk di lantai.
Sultan dulu suka sekali dengan istilah berdiri sama tinggi duduk sama rendah, jadi tidak ada yang lebih tinggi, semuanya sama, terang Syarifuddin sambil memperlihatkan isi ruangan yang berlantaikan kayu jati.
Ada sebuah ruangan lain yang juga sering dikunjungi oleh sultan, yakni ruangan untuk makhluk halus yang dulunya dipelihara oleh sultan.
Ruangan itu ada di dekat ruang keterampilan dan ditutupi oleh pintu kayu dorong.
Menurut Syarifuddin, dulunya, ruangan itu juga digunakan Sultan Salahuddin untuk menghukum mati para musuh-musuh maupun tawanan Kesultanan Bima.
Ruangan tersebut ada di atap atau loteng istana. Ada satu jendela yang terpampang di atas seberang ruang tersebut, dan dua ruangan yang dibatasi oleh kayu di sebelah kiri dan kanannya.
Di sana, ada kelelawar yang dibiarkan hidup liar.
Penjaga dan pengelola museum di sana tidak ada yang berani mengubah apa pun dari ruangan tersebut karena mereka percaya makhluk halus milik Sultan Salahuddin masih ada.
Di sini kita tetap bersihkan, dipel sama disapu.
Tapi di dua ruangan di dalam itu tidak kita apa-apakan, jelas Rudi.
Ada sebuah tangga kecil di tengah ruangan tersebut yang mengarah ke lantai bawah.
Sesampainya di bawah, wisatawan bisa melihat dua buah mesin listrik asal Belanda yang sampai saat ini masih digunakan.
Wisatawan bisa melihat banyak foto yang diambil oleh orang Belanda tentang kegiatan Kesultanan Bima saat awal-awal berdiri.
Selain foto, ada peralatan berkebun, beternak, dan peralatan perang yang dipajang dalam lemari berkaca.
Sebelum keluar dari istana, ada lambang burung garuda berkepala dua yang menjadi simbol Kesultanan Bima.
Konon, karena kedekatan Soekarno dengan Sultan Salahuddin, orang Bima menebak kalau lambang Burung Garuda yang ada sekarang terinspirasi dari lambang burung garuda di Bima.
Memang belum ada bukti yang kuat soal itu.
Tapi, kita pikir itu yang paling mendekati, karena Pak Soekarno sering berbincang soal Indonesia dengan Sultan Salahuddin, sebut Rudi.
No comments:
Post a Comment